Kamis, 11 Juni 2009

KESULITAN BELAJAR MENULIS KARENA KESALAHAN METODE MEMBACA

lima hari ini saya melakukan observasi kepada salah satu siswa, sebut saja Ardi (nama samaran). saya melakukan observasi lengkap dengan wawancara guru dan orangtua, tes persepsi bentuk, arah, warna, motorik, perasaan, kemampuan membaca, kemampuan logika, kemampuan menulis dan curiculum base Asesment (CBA). Dari semua hasil tes dan observasi diatas analisis saya sebagai berikut:
Menurut NJCLD, kesulitan belajar spesifik adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan individu dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, bertutur, dan ber­hitung. Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat memper­sepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek yang diinderainya (Lerner, 2000).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, pada beberapakali pertemuan saya menduga Ardi mengalami disgrafia karena persepsi, dan kecerdaannya bagus tetapi ada kesulitan yang spesifik, yakni menulis. Ketika menulis 10 kata biasanya Ardi mengalami 5-6 pengurangan (omisi) pada kata. Tetapi setelah melakukan berbagai tes, aya menganalisis Ardi tidak mengalami disgrafia tetapi kesalahan penggunaan metode dalam mengeja.
Contoh:
gajah g-a = ga, j-a = ja } gajah-h = gajah
hutan h-u = hu, t-a =ta} hutan-n = hutan
gambar g-a = ga. Ga-m = gam, b-a = ba } gam-bar-r = gambar
apel a, p-e = pe} apel-l = apel
baik b-a = ba, i-k } baik
orang o, r-a} orang-eng =orang (NG disini langsung dibaca eng bukan N dan G)

Dari contoh-contoh di atas terdapat kekeliruan-kekeliruan yang lambat laun terakumulasi dengan banyak. Kekeliruan mengeja (misal) pada kata gajah. Ardi mengeja g-a = ga, j-a = ja jadinya gajah (mateni) h menjadi gajah. Sebenarnya tanpa mengeja huruf akhir kata-kata tersebut sudah terbentuk tetapi karena salah persepsi atau salah metode menjadikan kekeliruan seperti diatas. Misalnya lagi kata-kata abang anak akan mengeja a, b-a = ba} aba-eng = abang. Ng langsung dibaca ‘eng’ tanpa memperhatikan bahwa sesungguhnya itu terdiri dari N dan G sehingga pada saat Ardi menulis kata-kata berakhiran NG, dia akan menulis hanya akhiran N. missal kuning menjadi kunin; dan kata samping menjadi ‘sampin’. belajar menulis tidak terlepas dari proses belajar berbahasa dan membaca. Jika membaca adalah input, maka berbahasa dan menulis adalah output. Jika proses belajarnya salah maka akan berdampak pada proses belajar menulis. Hal ini sama dengan yang dialami Ardi. Ardi bukanlah Disgraphia tetapi Ardi adalah seorang yang mengalami kesulitan belajar menulis yang diakibatkan kesalahan metode dalam mengeja (dampak sekunder yang nampak)
Kesimpulan

Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ardi bukan anak berkesulitan belajar spesifik (ABBs) khususnya disgraphia/kesulitan menulis. Ardi hanya mengalami kesulitan belajar pada umumnya khususnya belajar menulis yang merupakan dampak sekunder dari kekeliruan belajar membaca dengan metode yang tidak sesuai dengan anak.
Saran

Sebaiknya antara guru dan orangtua mengajakan kerjasama (tim work) untuk membantu kesulitan anak. Dalam mengajarkan belajr menulis terlebih dahulu dibenarkan cara membacanya. Jangan memnggunakan metode yang tidak sesuai dengan anak.

seperti contoh: GAJAH : g-a = ga, j-a = ja } gajah (mateni)-h = gajah
Tetapi g-a = ga, j-a-h = jah } gajah
Atau bias juga menggunakan metode seperti ini g-a-j-a-h = gajah

Tim work sebaiknya menyadarkan anak tentang struktur suku kata atau kata. Karena Ardi sering mengalami kekeliruam.
Misalnya:

Siang akan dieja: s-i-a-eng = siang
Akan tulis: sian ng hanya ditulis n saja, bukan n lalu g
Becak akan dieja: b-e = be, c-a = ca} becak (mateni) –k = becak
Akan ditulis: beca
Atau bias juga: bcak, karena huruf B tanpa ada huruf E di belakangnya sudah bisa dibaca B bisa
Pembiasaan ini bisa mennggunakan metode ikro’
Misalnya:
Ba Bu Bi Bo Be
Ca Cu Ci Co Ce
Da Du Di Do De

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mua komentar yuuuk